IGI bukan rival PGRI





Ketika Ikatan Guru Indonesia (IGI) Kalimantan Selatan diresmikan oleh Drs. Satria Dharma (Ketua Umum IGI Pusat) pada tanggal 8 Maret 2010 di Gedung Mahligai Pancasila Banjarmasin, muncul berbagai macam pandangan terhadap keberadaan IGI ini di Kalsel. Ada yang menyambutnya dengan positif sebagai wadah aspirasi guru untuk meningkatkan dan mengembangkan profesionalitasnya sebagai pendidik. Ada yang bersemangat untuk ikut serta membentuk IGI di berbagai kabupaten/kota lainnya di Kalsel. Ada pula yang menyembutnya biasa-biasa saja, dan ada juga yang menanggapinya dengan nada “miring” (kalau tidak mau dikatakan negatif).

Berbagai tanggapan yang masuk kepada IGI Kalsel ini, kami sambut dengan positif sebagai pemicu semangat dan bahan introsfeksi bagi organisasi. Namun, yang agak “mengganggu” adalah ketika IGI dikatakan sebagai rival bagi PGRI atau didengungkan IGI sebagai organisasi para guru yang muncul untuk menyaingi PGRI.

Pada kesempatan ini perlu kami tegaskan bahwa IGI bukan rival PGRI. Karena keduanya sama-sama organisasi yang mewadahi para guru di Indonesia dan beraktivitas untuk memfasilitasi berbagai kebutuhan guru itu sendiri. Keduanya bisa sama-sama jalan beriring tanpa harus dibenturkan antar keduanya. Dalam beberapa kegiatan IGI sendiri tidak jarang melibatkan PGRI sendiri sebagai narasumber, seperti pada acara Launching IGI Jawa Barat tanggal 24 Agustus 2008 yang menghadirkan Prof. Dr. H. Mohammad Surya sebagai narasumber.

Kalau keduanya mau dibedakan, mungkin hanya pada arah perjuangan dan aktivitas yang dilakukan yang berbeda.

Berdasarkan sejarah lahirnya dan perkembangan PGRI, organisasi ini lahir 100 hari sejak kemerdekaan RI di Surakarta, 25 November 1945 dengan tujuan utama (1) Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan), (2) Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi Pendirian PGRI sama dengan EI: “education as public service,profesi) not commodity” dan (3) Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).

Dalam perkembangannya, pada tahun 1998 Kongres PGRI XVIII di Lembang, pada waktu itu Prof.Dr. HM Surya menjabat sebagai Ketua Umum PB PGRI dan Drs. H. Sulaiman SB Ismaya sebagai Sekjennya. Kongres ini menghasilkan antara lain:

a. PGRI keluar dari Golkar
b. PGRI menyatakan diri kembali sebagai organisasi perjuangan (cita-cita proklamasi kemerdekaan dan kesetiaan PGRI hanya kepada bangsa dan NKRI), organisasi profesi (meningkatkan kualitas pendidikan) dan organisasi ketenagakerjaan (kembali sebagai Serikat Pekerja Guru/Teachers Union

Pada tanggal 1 Februari 2003 PGRI bersama-sama 13 SP/SB yang independen non parpol, berwawasan kebangsaan membentuk KSPI (Kongres Serikat Pekerja Indonesia). Terpilih Anggota Dewan Nasional KSPI Harfini Suhardi dan Sanuri Almariz dan Sekjen Dewan Eksekutif Nasional (DEN) KSPI adalah Drs. WDF Rindorindo.

Pada tahun 2005, PB PGRI beraudiensi dengan Menakertrans (Fahmi Idris) berisi:

1. Mengklarifikasi UU No.21/2000 tentang SP/SB khususnya Pasal 48:
a. PNS berhak menjadi anggota SP/SB.
b. Akan diatur dalam suatu Undang-Undang

2. Pernyataan Menakertrans RI:
a. Pemerintah RI telah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 dengan Keppres No. 83 Tahun 1998.
b. PGRI jalan terus sebagai Serikat Pekerja Guru Modern
c. Setiap orang tidak boleh menjadi anggota dua SP dan SB. Karena itu PGRI yang PNS tinggal memilih menjadi anggota PGRI atau anggota KORPRI. (Konvensi ILO No.87, keanggotaan SP/SB harus sukarela dan tidak boleh dipaksa, sesuai dengan HAM, SP/SB harus dibentuk secara demokratis)

3. Menakertrans meminta PGRI dan ILO Indonesia serta Depnakertrans melaksanakan seminar nasional tentang konvensi ILO nomor 87 dan Keppres No. 83 Tahun 1998.

4. Menakertrans memberi kesempatan kepada PGRI tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota mendaftarkan kembali PGRI sebagai SP pada Disnaker provinsi dan kabupaten/kota. (Sumber: situs Pengurus Besar PGRI oleh weblog http://tunas63.wordpress.com)

Jadi, selama ini PGRI bernaung di Depnakertrans sebagai Serikat Pekerja. Sehingga PGRI bisa juga kita sebut sebagai organisasi massa atau organisasi perjuangan yang memang aktifitasnya selama ini adalah memperjuangkan kesejahteraan bagi anggotanya. Berbeda dengan IGI yang merupakan organisasi profesi guru yang lahir sejak diundangkannya status keprofesian guru dalam UU Guru dan Dosen pada 2004.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Deklarasi Guru sebagai Bidang Pekerjaan Profesi dilakukan oleh Presiden SBY, 14 Desember 2004. Setahun kemudian, pada tanggal 15 Desember 2005 disahkan UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”(Bab I, Pasal 1).

IGI mendapat pengakuan dari Depkum dan HAM sebagai organisasi profesi guru dengan pengesahan Depkumham nomor: AHU-125.AH.01.06. Tahun 2009, tertanggal 26 November 2009. Pengakuan ini menunjukkan bahwa kiprah IGI selama ini memang sejalan dengan upaya penguatan profesi guru. IGI terus-menerus meningkatkan mutu, kompetensi dan profesionalisme guru Indonesia.

Sejumlah program yang digagas IGI merujuk pada upaya peningkatan kompetensi tersebut. IGI juga bekerjasama dengan sejumlah BUMN dan perusahaan swasta nasional untuk sebesar-besarnya bagi peningkatan kompetensi guru. IGI bekerjasama untuk mengadakan berbagai seminar dan pelatihan agar guru semakin bermutu. Guru-guru berprestasi didaulat untuk menjadi narasumber dalam setiap seminar tersebut.




A. Halim Rahmat
Ketua Umum IGI Kalsel

Comments :

0 komentar to “IGI bukan rival PGRI”

Posting Komentar